
Oleh: Sofian Hadi
Unida Gontor, 5 Agustus 2018
Buku yang di
tulis oleh Dr. Syamsuddin Arif ini merupakan
penjelasan apik tentang beberapa isu kontemporer yang melanda umat Islam. Isu
pertama yang diangkat adalah
penjelasan gamblang tentang definisi Intelektual dan Ulama. Istilah
‘intelektual’ memang tidak di kenal di dunia Islam kecuali di zaman modern. Masyarakat
di Timur Tengah sekarang menyebut intelektual itu ‘mutsaqqaf’
(budayawan) dan ‘mufakkir’ (pemikir).
Sementara di Indonesia
diistilahkan ‘cendekiawan’. Intelektual ialah cendekiawan yang selalu
bersebrangan dengan penguasa, senatiasa kritis dan memberontak terhadap segala
bentuk kemapanan atau status quo. Adapun ulama adalah orang-orang yang
mempunyai kepahaman akan agama Allah kemudian ia menguasai dan mengajarkannya. Bukan
hanya itu, para ulama adalah orang-orang yang terdapat padanya sifat-sifat
keilmuan, kebaikan dan keunggulan. (3,15)
Sesuai dengan judulnya “Islam dan Diabolisme Intelektual” Dr. Syamsuddin Arif dengan gaya penulisan ilmiah-renyah, menjelaskan apa yang dimaksud dengan diabolis? dan siapakan sebenarnya yang termasuk dalam kelompok diabolis tersebut? Dr. Syamsuddin Arif mengutip pernyataan Arthur Jeffery dalam bukunya “The Foreign Vocabulary of the Qur’an” istilah “diabolisme” berarti pemikiran, watak dan perilaku ala Iblis atau pengabdian kepadanya. Iblis adalah ‘prototype’ intelektual ‘keblinger’ sebagaimana dikisahkan dalam al-Qur’an, Iblis memohon agar ajalnya ditangguhkan untuk sementara waktu dan bersumpah untuk menyeret orenag lain ke jalannya dengan segala cara. (24-25)
Lebih lanjut, Dr.
Syamsuddin Arif menyentil persoalan virus ‘liberalisme pemikiran’ yang melanda
cekdekiawan Muslim. Virus liberalisme mencakup tiga hal. Pertama, kebebasan
berfikir tanpa batas alias free thinking. Kedua, senantiasa
meragukan dan menolak kebenaran alias shopisme. Dan ketiga, sikap
longgar dan semena-mena dalam beragama (loose adherence to and free exercise
of religion). (33).
Kanker
Epistemologis adalah istilah ilmiah masa kini yang dipakai oleh Dr. Syamsuddin
Arif ketika mencoba menganalisa penyakit intelektual yang bisa menimpa
siapapun. Pengidap kanker epistemologis biasanya memperlihatkan gejala-gejala pertama,
bersikap skeptis (ragu-ragu) terhadap segala hal dari hal sepele hingga
masalah prinsip terutama menyangkut keyakinan. Ia senantiasa meragukan
kebenaran dan membenarkan keraguan. Kedua, penderita kenker
epistemologis berpaham relativistik. Menganggap semua orang dan golongan
sama-sama benar, semua pendapat (agama, aliran, sekte, kelompok, dan lain
sebagainya). Terakhir, pengidap kanker epistemplogis ini mengalami
kekacauan ilmu (cognitif confussion). Tidak mampu lagi membedakan yang
benar dan yang salah mana yang haq dan yang batil. (45-47)
Tidak bisa
dipungkiri, bahwa isu seputar Islam dan Politik juga menjadi sorotan tajam
dalam buku ini. Dr. Syamsuddin Arif. Dalam pemaparannya, Islam adalah
satu-satunya agama yang sangat peduli pada politik. Namun, bukan politik
sebagai tujuan, akan tetapi politik sebagai sarana mencapai tujuan. Ada beberapa
paradigma yang dianut oleh pengamat ataupun pelaku ‘Islam politik’. Paradigma pesimis
radikal ini diwakili oleh pengamat politik seperti Oliver Roy penulis buku The
Failure of Political Islam (Kegagalan Islam Politik). Yang seterusnya, paradigma
utopian radikal bercita-cita mendirikan sebuah negara Islam, dan bukan
sekadar berjuang mewujudkan aspirasi dan membela kepentingan umat dalam bingkai
demokrasi modern. Dan paradigma optimis moderat yang menyangkal pendapat
Oliver Roy. Bagi mereka, Islam dan politik tidak perlu dipertentangkan. Agama
dan negara tidak mesti dipisahkan. Politik Islam bukan dongeng, tapi pengalaman
dan pengamalan yang lebih seribu tahun lamanya. Dan karenanya, ‘Islam Pilitik’
bukan utopia atau angan-angan belaka. (49-54).
Selain menyoal
tentang masalah intelaktual atau politik, agama dan kanker epistemology. Dr.
Syamsuddin Arif juga menjelaskan tentang makna kebebasan. Bagi seorang Muslim,
kebebasan mengandung tiga makna sekaligus. Pertama, kebebasan itu
identik dengan ‘fitrah’ yakni tabiat dan kodrat asal manusia sebelum diubah,
dicemari, dan dirusak oleh sistem kehidupan sekelilingnya. Maka bebas adalah
orang yang hidup selaras dengan fitrahnya. Makna kedua dari kebebasan
adalah daya atau kemampuan (istita’ah) serta kehendak (masyi’ah) dan
keinginan (iradah) yang Allah berikan kepada kita untuk memilih jalan
hidup masing-masing. Makna ketiga, kebebasan dalam islam berarti ‘memilih yang
baik’ [ikhtiyar] sebagaimana dijelaskan oleh Profesor Naquib al-Attas,
sesuai dengan akar katanya ikhtiyar menghendaki pilihan yang tepat dan baik
akibatnya. (168-169)
Permasalah yang 'paling'
parah di negeri ini adalah problematika korupsi. Sejak beberapa tahun terakhir,
media masa memberitakan kasus korupsi dari kelas kakap, hingga korupsi kelas
“taman kanak-kanak”. Dari jantung elite pemerintah hingga jantung level lurah.
Dari pengusaha hingga politisi. Dari pegawai kabun hingga pejabat yang beruban.
Herannya, tak terkecuali jaksa, hakim, polisi hingga menteri
semuanya KORUPSI. Ini tidak luput dari pembahasan Dr. Syamsuddin Arif dalam
topik pembahasan yang ke dua puluh dua. (179-183).
Terakhir, buku ini
mengulas tentang “Everroisme dan Renaissance” sebuah memoar sejarah yang telah
lama terkubur dalam ingatan sejarah. Sosok Ibn Rusyd kini seolah-olah hidup
kembali. Jika kaum santri hanya mengenal sebagai ahli fikih, sementara golongan
cendekiawan mengaguminya sebagai ‘jembatan pengetahuan’ antara Timur dan Barat
penghubung antara dunia Islam dan Kristen. Itulah sosok Ibn Rusyd alias
Averroes, tokoh yang belakangan disebut-sebut sebagi perintis gerakan
pencerahan di Barat. (191)
Kesimpulan, buku
ini sangat hight recommended untuk dikonsumsi oleh intelektual generasi
milenial jaman now. Mengingat isinya padat dan sarat pesan kritis yang sesuai
dengan arus zaman sekarang.
Wallahu’alam bisshowab
Petuah Nabi dan
para Wali Akar umbi alam
duniawi
Elok disimak dan dipatuhi Anak Merpati di dahan jati
Hidup sekali di
dunia ini Agar bahagia
dan diridhoi
Tiada guna iri
dengki Bersihkan
hati sebelum mati
Judul Buku : Islam dan
Diabolisme Intelektual
Penulis : DR. Syamsuddin
Arif
Penerbit : INSISTS
dan PIMPIN
Cetakan : I, 2017.
Tebal :
vi + 253 halaman
ISBN : 978-602-19985-7-1