Rabu, 21 Maret 2018

Selalu Bersyukur


Oleh: Sofian Hadi.
Unida, 12 Agustus 2016


Syukur adalah merasa Qona’ah dengan pemberian Allah Swt. Merasa cukup dengan apa yang kita miliki. Selalu berfikir bahwa Allah selalu adil dalam semua aspek kehidupan kita. Sehingga tanpa kita sadari kata “Alhamdulillahi rabbil Alamiin” keluar dari mulut kita secara spontan. Kata itu keluar tidak dengan paksaan, walau dalam keadaan apapun. Kita tetap berusaha menjadi manusia yang tidak boleh lupa dengan pemberian Allah kepada kita. 

Ketika kita hidup menjadi orang miskin, bersyukurlah!. Ketika kita hidup dalam kekurangan, bersyukurlah!. Ketika kita hidup dalam gelimangan harta, maka bersyukurlah!. Ketika kita ingin menjadi manusia yang hidupnya penuh hikmah, maka bersyukurlah!. Ketika kita ingin manjadi manusia yang bahagia, maka bersyukurlah!. Beginilah seharusnya seorang hamba menyikapi setiap persoalan hidup yang datang menghadang.

Bersyukur adalah cermin dan kepribadian seorang muslim. Banyak Muslim yang hidup namun lupa untuk bersyukur, lupa kepada Sang pemberi kenikmatan. Meraka hanya bersyukur ketika mereka di berikan harta yang banyak, lolos dari musibah, mendapatkan pekarjaan baru, ketika pergi haji, di terima di sekolah baru, setelah tamat belajar, dapat membeli mobil baru, motor baru, rumah baru, jabatan baru, pangkat baru. Dan sebagainya.. 

Apakah ini yang disebut dengan syukur? Jawabannya adalah Ya. Ini di sebut dengan bersyukur. Namun syukur di tingkat yang ini adalah sebuah hal yang lumrah dan syukur yang dalam batas kewajaran. Ada tingkat yang lebih tinggi derajatnya daripada syukur yang disebutkan di atas. Tingkatan tersebut adalah bersyukur dengan menerima segala sesutau yang diberikan Allah Swt dalam keadaan apapun. Contohnya: kekurangan harta, kemiskinan, sakit yang tidak kunjung sembuh, musibah selalu datang silih berganti, rejeki juga belum menghampiri. Dan sebagainya..

Maka syukur yang tingkat ke dua ini pahalanya lebih besar dari syukur yang pertama tadi. Karena syukur yang kedua belum tentu semua orang bisa menerimanya. Inilah sesuatu yang harus tetap kita ingat. Bahwa kita harus tetap bersyukur dalam keadaan apapun dan bagaimanapun. Jangan sampai kita tidak bersyukur hanya karena kita tidak diberiakan harta yang melimpah dan hidup yang selalu susah. Padahal ketika kita bersyukur dalam keadaan seperti ini maka kita akan mendapatkan derajat yang tinggi di hadapan Allah Swt.

“Apabila kamu bersyukur atas nikmat-Ku, maka Aku akan menambah nikmat itu kepadamu”
QS. Ibrahim Ayat 7

Wallahu’alam

Kamis, 15 Maret 2018

Kritik Terhadap Buku Orientalis Barat "The Truth about Muhammad" Penulis Robert Spencer Bag 2



Oleh: Sofian Hadi
Mahasiswa Universitas Darussalam (Unida) Gontor


Tidak dapat dipungkiri tuduhan-tuduhan awam terhadap Nabi Muhammad, Al-Qur’an dan Islam  akan tetap dilontarkan oleh orientalis Barat. Hal ini sudah banyak dilakukan sejak dahulu kala. Memang upaya para orientalis dalam merespon dan mematahkan pernyataan-pernyataan dari al-Qur’an secara ilmiyah dan terus menerus. Hal ini disebabkan karena mereka berpijak pada pre-assumption Barat. Artinya, prinsip dasar bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah dan Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw secara verbatim tidak menjadi asas bagi kajian mereka. Hal ini bisa dipahami, sebab dengan mengakui kerasulan Nabi Muhammad Saw berarti mereka mengakui Islam sebagai agama terkahir.[1]
Lebih lanjut Robert Spencer menulis;
“Many observers throughout history have noted the numerous and obvious similarities between Islam and Judaism, including the “Pure” monotheism, the line of prophets, the proliferation of laws, the facing toward the holy city for prayer, and more. Muhammad no doubt had extensive contact as a young merchant, as well as later as a fledgling prophet, with the powerful Jewish tribes in and around Mecca. Muhammad respected them and sought their approval of his prophetic mission”    
Terjemahan Indonesianya;
Banyak pengamat di sepanjang sejarah telah memperhatikan banyak kesamaan antara Islam dan Yudaisme, termasuk monoteisme “murni”, urutan nabi-nabi, proliferasi hukum, arah kiblat ke kota suci saat bersembahyang, dan banyak lagi. Tidak diragukan lagi Muhammad mempunyai kontak ekstensif sebagai seorang pedagang muda, demikian pula saat ia menjadi Nabi, dengan suku-suku Yahudi yang kuat yang tinggal di dalam dan di sekitar kota Mekkah. Muhammad menghormati mereka dan berusaha mendapat restu mereka untuk misi profetis atau kenabiannya”.
Dalam paragrap ini, Spencer menerangkan sikap kesamaan uamt Islam dan kaum Yahudi atas monotheis. Jika dilihat kepada sejarah ajaran Yahudi yang disampaikan oleh nabi Musa telah banyak ditinggalkan oleh Yahudi. Jika sikap monotheis ini sama seperti Yahudi, kenapa kaum Yahudi menolak ajaran Nabi Muhammad? Padahal sebenarnya keturunan Yahudi dan  keturunan Nabi Muhammad digambarkan dari antara saudara mereka sendiri. 
 
Namun pada kenyataannya Yahudi menolak menyembah kepada Allah yang satu seperti yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Maksud dari diantara saudara mereka sendiri menurut panjelasan Ahmad Deedad dalam kuliahnya yang berjudul “What the bible says about Muhammad?” Ahmad Deedad menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim mempunyai dua istri yaitu Siti Sarah dan Siti Hajar. Sarah melahirkan nabi Ishaq dan Siti Hajar melahirkan nabi nabi Ismail. Nabi Ishak melahirkan keturunan Yahudi dan nabi Ismail melahirkan keturunan Arab.[2]
 
Jika nabi Muhammad mengikuti agama Yahudi yang monotheist lantas kenapa orang-orang Yahudi tidak mau mengikuti kitab suci mereka bahwa aka nada ramalan tentang kedatangan Muhammad? Anehnya, orang Yahudi tidak mau menerima Muhammad sebagai Nabi dan membawa risalah monotheis tersebut. Kejanggalan Robet Spencer dalam menjelaskan ini terlihat dari sikap dia yang berfikir cenderung sporadis atau kacau. 
 
Selanjutnya, penjelasan tentang direction of worship atau kiblat yang sama dengan Yahudi, memang pada awalnya arah qiblat Muslimin adalah ke Baitul Maqdis di Yarussalem. Akan tetapi, orang-orang Yahudi selalu mengejek dan mengolok-ngolok kaum muslimin yang datang beribadah ke Yarussalem. Itu karena Yahudi mempunyai sikap dan sifat sombong, selalu menganggap diri mereka sebagai anak Tuhan. Dapatlah kita melihat titik temu bahwa Yahudi lebih sombong dan tidak mau patuh kepada penciptanya. Maka hal inilah yang membuat nabi Muhammad termenung dan meminta dalam hati kepada Allah untuk pindah kea rah Kiblat yang sekarang dikenal dengan Ka’bah. Hal ini dijelaskan di dalam surat Al-Baqarah ayat 144.
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاء فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
“Sungguh Kami (sering) melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.”[3]

Dalam paragrap terakhir tentang perkataan Spencer; Muhammad no doubt had extensive contact as a young merchant, as well as later as a fledgling prophet, with the powerful Jewish tribes in and around Mecca. Muhammad respected them and sought their approval of his prophetic mission” Spencer menyebutkan bahwa Nabi Muhammad menghormati suku-suku Yahudi yang tinggal diluar dan di dalam Mekkah, dan berusaha mendapat restu untuk misi kenabiannya. Kalimat ini merupakan gagasan yang tidak mendasar. Tidak pernah Nabi Muhammad sebelum masa masa kenabiannya atau setelah masa kenabiannya meminta restu dalam misi kenabiannya. Spencer hanya membuat sebuah pernyataan yang dangkal dan tidak masuk akal.


Kalau memang nabi Muhammad berusaha meminta restu untuk misi kenabiannya, maka tidaklah hal itu tidak bisa dikatakan sebagai nabi karena pada prinsipnya seorang nabi itu tidak pernah berharap meminta persetujuan dari manusia. Faktanya, nabi Muhammad tidak pernah meminta restu kepada orang Yahudi tersebut. 

Tudahan yang dilontarkan oleh Spencer senada dengan apa yang di katakana oleh Peter, pendeta di Maimuma pada tahun 743 menyebut nabi Muhammad sebagai nabi palsu. Yahya  Al Dimasyqiy, atau yang lebih dikelan dengan John of Damascus (m.740)   juga menulis kedalam bahasa Yunani kuno kepada kalangan Kristen ortodoks bahwa Islam mengajarkan anti-kristus. Dia juga berpendapat bahwa Muhammad adalah Nabi penipu kepada orang arab yang bodoh.[4] Dan beberapa orientalis lain seperti Pastor Bade[5]dari Inggris juga pernah menulis hal yang sama tentang kejelekan yang sama.


Penutup
Setelah melihat beberapa konteks pembahasan yang di lontarkan oleh Robert Spencer, dalam bukunya The Truth about Muhammad, maka dapat disimpulkan bahwa kaum orientalis tidak pernah berhenti dalam melakukan pembelaan terhadap pemikiran mereka yang sebenarnya lebih berbahaya jika tidak dilawan dan diluruskan oleh para Muslim Scholar atau Sarjana Muslim. Beberapa argument yang dilontarkan dalam buku ini memberikan dampak negative terutama bagi umat Muslim, dan saatnya kaum muslim mulai menulis dan memberikan pelurusan tentang beberapa fakta sejarah atas tuduhan kaum orientalis tersebut.




[1] Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi dalam kata pengantar terjemahan buku “The Islamic Invasion” Karya Robert A. Morey. Diterjemahkan oleh Sadu Suud diterbitkan oleh Focus Muslim Media.
[2] Kuliah Ahmad Deedad tentang What the Bible Say about Muhammad? Silakan akses lebih lengkap di youtube
[3] https://www.kisahislam.net/2013/12/16/kisah-perubahan-arah-kiblat-dari-baitul-maqdis-ke-kabah-2/
[4] Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi dalam kata pengantar terjemahan buku “The Islamic Invasion” Karya Robert A. Morey. Diterjemahkan oleh Sadu Suud diterbitkan oleh Focus Muslim Media.
[5] Pastor Bade, hidup pada tahun 673-735 M berpendapat bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang seorang manusia padang pasir yang liar (A wild man of desert). Bade menggambarkan Nabi Muhammad sebagi orang yang kasar, cinta perang dan biadab, buta huruf, status sosial yang rendah, bodoh tentang dogma Kristen, tamak kuasa, sehingga ia penguasa dan mengklaim sebagai seorang nabi. Begitu juga pada zaman pencerahan Barat, Voltaire  menganggap Muhammad sebagai fanatic, akstrimis, dan pendusta yang paling canggih. Tidak hanya disitu, Rasulullah dan Al-Qur’an terus menjadi target. Snouck Hurgronje mengatakan pada zaman skeptic kita sekarang ini, sangat sedikit seklai yang lepas dari kritik, dan suatu hari nanti kita mungkin mengharapkan untuk mendengar bahwa Muhammad tidak pernah ada. Harapan Hurgronje ini selanjutnya terealisasikan dalm pemikiran Klimovich yang menulis sebuah artikel diterbitkan pada tahun 1930 dengan judul “Did Muhammad exist?”dalam artikel tersebut, Klimovich menyimpulakn bahwa semua sumber informasi tentang kehidupan Muhammad adalah buatan. Muhammad adalah fiksi yang wajib kerenaselalu adanya asumsi bahwa setiap agama harus mempunyai pendiri.
Lihat kata pengantar oleh Hamid fahmi Zarkasyi, hal 41-43 dalam buku “ The Islamic Invasion” terjemahan oleh Sadu Suud oleh Hamid fahmi Zarkasyi, hal 41-43

Rabu, 14 Maret 2018

Kritik Terhadap Buku Orientalis Barat "The Truth about Muhammad" Penulis Robert Spencer Bag 1




 Oleh: Sofian Hadi
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Darussalam (Unida) Gontor



Pendahulan

Buku berjudul The Truth about Muhammad adalah karangan Robert Spencer. Seorang penulis yang lahir 27 Februari 1962. Ia adalah pengarang dan narablog Amerika Serikat yang dikenal karena kritiknya terhadap Islam dan penelitian tentang terorisme Islam dan jihad.[1] Buku ini memuat 224 halaman, yang dibagi kedalam 10 Bab. Bab pertama membahas tentang Why a Biography of Muhammad is relevance today. Pada bab pertama ini, Spencer menulis sub tema tentang, Is Islam a Religion of peace? Why it matter? Dueling Muhammad, Why Muhammad matters, Polite fiction are useless, The purposes of this book, Why I did not  want to write this book, Death to “Blasphemer”, Defending freedom of speech dan General notes. Bab kedua, Spencer menulis tentang In search of the historic Muhammad, dengan lima sub pembahasan. What can we really know about Muhammad? The Qur’an, The Hadits, The Sira dan Historical fact and Muslim belief. 
 
Pada bab ketiga, Ia menulis tentang Muhammad becomes a prophet. Bab ketiga ini juga terdiri dari lima sub pembahasan. Arabia before Muhammad, Muhammad’s early life, Khadija, The first visitation, dan The suicidal despair returns. Selanjutnya pada bab keempat, Spencer menulis tentang Muhammad revelation and their source. Dalam bab ini ia membagi sub bab dalam tujuh pembahasan. Borrowing from Judaism, “Tales of the ancient” Borrowing from Christianity, Other borrowings, Revelation of convenience? The consequences dan Modern embarrassment.  Pada bab kelima, Spencer menulis, A warner in the face of a terrific punishment. Dengan sub pembahasan, difficulties of the Quraysh, The evolution of the command to wage war, The satanic verses dan The night journey.

Berbeda dengan pembahasan sebelumnya, pada bab keenam Spencer menulis dengan sangat provokatif, Muhammad becomes a warlord. Dengan perincian sub bab, The Hijrah, The covenant between the Muslim and the Jews, The conversion of Abdullah and tension with the rabbis, The Hypocrites, The Nakhla raid dan The break with the Jews dan The change of qibla (directioan for prayer). Bab ketujuh, dengan pembahasan “War is deceit”, dengan sub bab The Battle of badr Allah’s, The muslim of booty fight for the Muslims, The Qayinuqa uinuka Jews, Ager toward Jew and Christians, Assassination and decet, The Quraysh  strike, Assuaging doubts after Uhud dan The Deportation of Banu Nadir.
 
Bab delapan, pengarang buku ini menulis tentang Casting Terror into their hearts. Dengan perincian sub bab The battle of the Trench, Dealing with the Banu Qurayzah, Finding excuses for a massacre, The women of the Banu Mustaliq, Abdullah bin Ubayy and praying for one’s enemi, The treaty of Hudaybiyya, The raid at Khaybar, The poisoning of Muhammad dan The spoils of Khaybar. Bab kesembilan, Spencer menulis Victorius through terror. Dengan 12 sub bab, The conquest of Mecca, Apostates to be killed, Muhammad at the Ka’bah, The battle of Hunayn and the mastery of Arabiya, Invitation to Islam, The Tabuk raid, Collecting the jizya, The last pilgrimage: the right of women and the expulsion of the pagans, The murder of the poets, Muhammad final illness and after Muhammad.
 
Terakhir, Robert Spencer menulis tentang warisan yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad Saw. Bab ini bertemakan Muhammad’s legacy, dengan sub bab, The war on terror, pedhophile prophet?, Misogynist, Draconian punishments?, Warrior propet?, Islamic tolerance?, A kinder, gentler Muhammad, The veneration of Muhammad, Imitating Muhammad today, Frightening reality, dan What is to be done.


Kritik Terhadap isi Buku
Pada pembahasan buku ini Penulis akan lebih banyak memberi komentar pada bab keempat tentang sub bab Muhammad’s Revelation and their Sources. Apa yang telah ditulis Robert Spencer dalam buku ini sangat provokatif dan berangkat dari sudut pandangnya yang dangkal tentang kebenaran sejarah hidup Nabi Muhammad Saw. Banyak dari para orientalis Barat mencoba menulis bahkan membantah tentang Qur’an dengan pengetahuan awam mereka. Layaknya Spencer, pengarang Amerika yang mengaku telah belajar Islam selama 20 tahun ini, telah membuat beberapa hal yang sangat keliru terhadap sejarah nabi Muhammad, Qur’an dan Hadist. Jauh sebelum ini Ricoldo da Monte Croce (1243-1320)[2] seorang misionaris pada abad ke-13 menulis beberapa karya mengenai Islam dalam bahasa latin. Dalam pandangannya setan mengarang Al-Qur’an sekaligus membuat Islam. Kesimpulan Ricoldo tentang Qur’an hanyalah kumpulan bid’ah-bid’ah lama yang dibantah sebelumnaya oleh Gereja.[3]
 
Kemudian, Ricoldo mengatakan karena perjanjian lama dan perjanjian baru tidak memperediksi sebelumnya, maka Al-Qur’an tidak boleh diterima sebagai “hukum Tuhan”. Selain itu, doktrin-doktrin islam mengenai kesalahan agama Kristen dan Yahudi tidak bisa diterima. Ia juga mengatakan  gaya bahasa Qur’an tidak sesuai untuk disebut menjadi “kitab suci”, konsep-konsep etika di dalam Al-Qur’an bertentangan dengan pernyataanpernyataan Filosofis. Dan yang selanjutnya, Al-Qur’an penuh dengan kontradiksi internal.[4] Sebenarnya, masih banyak lagi jenis hujatan yang diarahkan kepada Qur’an, namun penulis hanya mengambil beberapa saja dari pernyataannya tersebut.
 
Berbeda dengan Ricoldo dengan karyanya Improbatio alcorani (Contra legem saracenorum) Kebatilan Al-Qur’an (Menantang Hukum Islam), Martin Luther menerjemahkan karya Ricoldo dalam bahasa Latin, Confutatio Alcorani (Bantahan terhadap Al-Qur’an), Salman Rushdie dengan karnya “Satanic verses” (Ayat-ayat setan). Robert A. Morey (The Islamic Invasion) dan beberapa orientalis lainnya, Robert Spencer dengan karyanya “The Truth about Muhammad” menulis dengan awam tentang pewahyuan dalam Bab Empat “Muhammad revelation and their source” atau Sumber wahyu-wahyu Muhammad. Dalam bab empat inilah Spencer menulis;
“One of the most severe and lingering challenges to Muhammad’s claim to be a prophet both during the twenty-three years of his career and throughout the history of Islam, was his apparent dependence on Jewish, Christian and other sourches.”[5]   
Terjemahan dari buku bahasa Indonesianya “Kebenaran tentang Muhammad”  Salah-satu tantangan yang terberat terhadap klaim Muhammad sebagai seorang nabi, baik selama 23 tahun karirnya dan di sepanjang sejarah Islam, adalah ketergantungannya yang sangat jelas terlihat pada Yahudi, Kristen dan sumber-sumber lainnya.[6]

Di dalam pandangan Robert Spencer, klaim kenabian Muhammad merupakan tantangan terberat terhadap ajaran Yahudi dan Kristen, mereka berasumsi bahwa kenabian Muhammad merupakan tantangan terbesar bagi Yahudi-Kristen dalam mempercayai klaim tersebut. Begitu juga terhadap ajaran yang dibawa dan yang di sampaikan Nabi Muhammad sangat bergantung kepada agama terdahulu baik itu Yahudi dan Kristen. Pada kenyataannya tuduhan itu sangat tidak mendasar, melihat ajaran yang dibawa oleh nabi Muhammad justru sebagai imam daripada ajaran Yahudi dan Kristen yang sudah banyak di-distorsi oleh karangan dan saduran tangan manusia yang ingin mencocokkan kitab sucinya sesuai penafsiran agama mereka sendiri.

Untuk melihat Bag 2 klik Disini


[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Robert_Spencer_(pengarang)
[2] https://id.wikipedia.org/wiki/Riccoldo_da_Monte_di_Croce
[3] Adnin Armas, M.A. Metodologi Bible dalam Studi Al-Qur’an, kajian kritis. (Depok: Gema Insani Press, 2005) Hal, 27.
[4] Ibid, hal 27
[5] Robert Spencer, The Truth about Muhammad (Washington DC: Regnery Publishing, INC. 2006) p. 47
[6] Terjemahan versi Indonesia