Oleh: Sofian Hadi, S.Pd., M.Ag
Penyuluh Agama Islam Kemenag Sumbawa Barat
Makna
Tarbiyah (Pendidikan)
Di dalam penjelasan para ulama terkait kata tarbiyah, Ar-Raghib
al-Ashfahani dalam Mufrodât fî
gharîbil
Qur’ân menyatakan bahwa kata raba asal artinya adalah at-tarbiyah
(pendidikan) yaitu menumbuhkan suatu keadaan menuju kesempurnaan sedikit
demi sedikit hingga mencapai taraf kesempurnaan. Dikatakan dalam kalimat rabbahû, warabbâhu, warabbahu. Dikatakan juga
dala sebuah kalimat. lian yarubbanî rajulun min quraisyîn ahabbu ilayya, min al yarubbanî
rajulun min hawâdzinin. Artinya, aku
lebih sukan dididik oleh orang Quraisy daripada dididik oleh orang hawazhim.
Kata rabbû
adalah mashdar (kata infinitif) yang diambil dari kata subjek (fa’îl) dan kata rabbu
tidak diucapkan kecuali untuk Allah yang memberikan jaminan terhadap
kemaslahatan segala makhluk yang ada. Sebagai contoh firman Allah dalam surat
Saba’ ayat 15, baldatun tayyibatun warabbun ghafûr “(negerimu)
adalah negeri yang baik dan (rabbmu) adalah yang Maha Pengampun”. Agar tidak
terjadi persamaan makna dari kata rabb, di sini Ar-Raghib al-Ashfahani
menekankan makna kata rabb yang disandingkan dengan kata lain maka makna
dimaksudkan Allah untuk yang lainnya.[1]
Adapun,
Imam Bukhari meriwayatkan yang sanadnya dari Ibnu Abbas r.a, berkata; Jadilah
orang-orang rabbanî
yang penyabar (bijak) dan memahami fiqih. Mengenai makna rabbanî sebagaimana disebutkan di dalam kitab-kitab tafsir adalah; orang
yang mendidik orang-orang dengan ilmu yang gampang terlebih dahulu, sebelum
mengajarkan ilmu-ilmu yang sulit. Bukti lain adalah hadits yang diriwayatkan
oleh Imam ath-Thabranî dengan sanadnya dari Abi Tsa’labah
r.a. ia berkata bahwa suatu hari ia bertemu Rasulullah dan berkata;
“Wahai Rasulullah
serahkan aku kepada orang-orang yang pandai mengajar.”
Lalu Rasulullah menganjurkankua kepada Abu Ubaidillah Bin Jarrah, kemudian
beliau berkata; “Kini telah kuserahkan engkau kepada seseorang yang pendai
mengajar dan mendidikmu.” [2]
Demikian makna tarbiyah menurut para ulama.
Makna Ta’lim
(pengajaran)
Menurut Muhammad Fu‟ad Abd al-Baqi kata ta’lîm bentuk masdar
dari kata allama yang dengan bentuk derivasinya diulang-ulang dalam
al-Qur’an tidak kurang dari 105 kali. Kata allama diulang sebanyak lima
kali dan selebihnya menggunakan bentuk lain seperti ilman sebanyak 14
kali, dua kali dengan pengulangan, ulama’, tiga kali menguunakan kata aliman,
lima kali dengan redaksi alimtum, dan empat kali menggunakan kata allamakum,
dan seterusnya.[3]
Jika merujuk kepada al-Ashfahani, kata ta’lîmu yang berarti
pengajaran atau pemberitahuan adalah penggerakan diri untuk menggambarkan
makna-makna, sedangkan kata ta’allum yang berati belajar mengetahui
adalah perhatian diri untuk menggambarkan makna-makna tersebut. Mungkin saja
dalam kata ta’allum yang berarti belajar, ia dapat mengandung makna i’lâm yang berarti
pemberitahuan jika pembelajarannya itu dilakukan secara terus-menerus.
Raghib Al-Ashfahani memberikan rujukan dari al-Qur’an Surat Al-Hujarât ayat 16,
Surat Ar-Rahmân
ayat 1-2, surat Al-A’laq ayat 4 dan
surat Al-An’am ayat 16 dan surat lainnya. Adapun tentang surat
Al-Baqarah ayat 31 “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nam (benda)”
Al-Ashfahani menerangkan maksud pengajaran Allah tentang nama-nama kepada Adam
adalah dengan memberinya kekuatan untuk berbicara serta meletakkan nama-nama
pada benda-bendanya dan itu dilakukan dengan cara menyampaikan dalam hatinya.
Begitupun juga pengajaran-Nya kepada para binatang-binatang, masing-masing dari
pengajaran tersebut merupakan perbuatan yang Allah berikan kepadanya dan dengan
memilih suara oleh-Nya.[4]
Penekanan
Rasulullah tentang Urgensi Pendidikan Adâb
Rasulullah
Saw. menekankan akan penting pendidikan adâb dalam segala aspek kehidupan. terdapat banyak riwayat dari Rasulullah Saw tentang
pentingnya mempelajari adâb. Dari
Ibnu Mas’ud dia berkata; “Bukankah seorang pendidik kecuali dia senang
diberikan adabnya. Dan sesungguhnya adab Allah itu adalah Al-Qur’an.”[5]Artinya,
seorang pendidik harus senang hati jika disampaikan firman Allah Swt.
kepadanya.
Dalam
riwayat lain; “Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah adâb (perilaku) mereka”[6] kata Adab di dalam hadits ini merujuk kepada makna perilaku.
Menurut para ulama, cara memperbaiki perilaku anak adalah dengan mengajrkan
akhlak yang baik kepada mereka.
Pesan
Rasulullah Saw. khususnya kepada orangtua yaitu agar para orangtua mengajarkan
dan memberikan pendidikan terbaik kepada anak-anaknya. Pendidikan terbaik yang
dimaksudkan Rasulullah adalah adab. Beliau berpesan; “Tidak ada pemberian
orangtua kepada anaknya yang lebih baik dibandingkan dengan adab yang baik.”[7]
Tentang
adâb ini, Imam al Ghazali berpandangan bahwa sumber semua adab zahir
dan batin adalah Rasulullah Saw. Hal ini karena Rasulullah Saw. senantiasa
berdo’a kepada Allah agar diberikan adab yang baik (mahâsin al-adab) dan akhlaq
yang mulia (terpuji). Kemudian Allah menurunkan kepada Rasulullah Al-Qur’an dan
mendidiknya dengan Al-Qur’an. yang kemudian akhlak beliau seperti al-Qur’an.[8]
Dalam
pembahasan lain para ulama, seperti Ibn Al-Mubarak menyatakan; “Jika aku
dicerita tentang seseorang, yang memeiliki ilmu generasi terdahulu dan yang
akan datang, aku tidak menyesal jika tidak sempat berjumpa dengannya, dan jika
aku mendengar ada seorang yang memiliki adâb, kepribadian yang baik, aku akan sangat menyesal jika tidak
sempat berjumpa dengannya.”[9]
Dengan
adab yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. para ulama kemudian mejabarkan dan
mempraktikkan dengan seungguh-sungguh bagaimana pendidikan adab ini
teraktualisasi dalam diri dan kehidupan para ulama sehari-hari. Bukankah ini
manjadi sangat urgen untuk kemudian kita sebagai generasi Islam kembali
mempraktikkannya dalam kehidupan kita, kehidupan keluarga kita, dan kita
ajarkan kepada anak-anak kita?
Karenanya,
urgensi pendidikan adab ini harus menjadi prioritas kita baik sebagai,
orangtua, guru, para cendikia untuk mengajarkan adab dan membimbing genarasi
Islam masa depan agar tidak terjerumus kepada kebinasaan adab (su’ul adâb). Jika adab
generasi hilang maka tanggung jawab kita sebagai orangtua, para guru dan
pendidik yang lalai akan pesan Rasulullah Saw.
Kesimpulan
Dengan
melihat urgensi pendidikan adab yang telah di syi’arkan Rasulullah Saw. maka
selayaknya kita harus kembali kepada tauladan dan contoh yang telah diberikan
Rasulullah kepada kita. Baik pendidikan adâb, dan dengan
istilah lainnya yaitu, ta’lim dan tarbiyah harus sama-sam
diajarkan dan diamalkan baik dalam institusi pendidikan, keluarga,
masyarakat,khususnya pada diri orangtua pribadi dan anggota keluarganya. Agar
tercapai orientasi pendidikan yang beradab yang di contohkan oleh Rasulullah Saw.
[1] Ar-Raghib
Al-Ashfahani, Al-Mufradât: fî gharîbil Qur’ân, Volume 2. 11-13.
[2] Ali Abdul Halim
Mahmud, Tarbiyah al-Khulûkiyah, 22-23
[3] Muhammad Fu’ad
Abd al-Baqi, al-Mu‟jam al- Mufahras Li Alfaz al-Qur‟an al-Karim, 488, 689
[4] Ar-Raghib
Al-Ashfahani, Al-Mufradât: fî gharîbil Qur’âni, 775-776
[5] HR. al-Darimi
dalam kitab Sunan al-Darimi bab keutamaan Orang yang membaca al-Qur’an,
No. 3364
[6] HR. Ibn Majah,
Sunan Ibn Majah, No. 3671
[7] HR. Ahmad,
Musnad Ahmad, No. 15439
[8] Imam
Al-Ghazali, Ihyâ Ulumuddîn, Juz III, 442
[9] Syekh Abdul
Qadir Al-Jilani, Al-Ghunyah lî Thâlibî Tharîq al-Haq, 54
Tidak ada komentar:
Posting Komentar